PENGERTIAN TINGKAT
KESEHATAN BANK
Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kondisi Bank
yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain
tingkat kesehatan Bank adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.
Dalam pengertian lain Tingkat kesehatan bank merupakan hasil
penelitian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi
atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset,
manajemen, rentabilitas, likuiditas. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilakukan melalui penilaian kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement
yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor
penialian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan
dan perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap
posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian
kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil
penilaian kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan bank dan saat
ini Bank Indonesia juga memiliki metode penilaian kesehatan secara keseluruhan
baik dari segi kualitatif dan kuantitatif.
Budisantoso dan Triandaru (2005:51) mengartikan kesehatan
bank sebagai “kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik
dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku”. Pengertian tentang
kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena
kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh
kegiatan usaha perbankannya. Menurut Budisantoso dan Triandaru (2005:51),
kegiatan tersebut meliputi:
1.
Kemampuan menghimpun dana dari
masyarakat, dari lembaga lain dan modal sendiri;
2.
Kemampuan mengelola dana;
3.
Kemampuan menyalurkan dana ke
masyarakat;
4.
Kemampuan memenuhi kewajiban kepada
masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain;
5.
Pemenuhan peraturan perbankan yang
berlaku.
Dengan
kata lain tingkat kesehatan bank juga erat kaitannya dengan pemenuhan peraturan
perbankan (kepatuhan pada Bank Indonesia).
ATURAN KESEHATAN BANK
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan
bank dilakukan oleh bank Indonesia, menetapkan bahwa :
1.
bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian;
2.
Dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya,
bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada Bank,
3.
Bank wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
4.
Bank atas permintaan Bank Indonesia,
wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas milik
bank tersebut, serta wajib memberikan bantuan dalam rangka memperoleh kebenaran
dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank
tersebut;
5.
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank
Indonesia dapat menugaskan akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank;
6.
Bank wajib untuk menyampaikan kepada
Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta
laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Neraca dan laporan laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu
diaudit oleh akuntan publik;
7.
Bank wajib mengumumkan neraca dan
perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Peraturan
kesehatan bank menekankan bahwa bank di Indonesia memiliki kewajiban untuk
melakukan aturan-aturan yang telah disebutkan diatas. Keadaan bank yang tidak
sehat akan merusak keadaan perbankan secara keseluruhan dan mengurangi rasa
kepercayaan masyarakat. Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai hak untuk
selalu mengawasi jalannya kegiatan operasional bank dengan mengetahui posisi
keuangan perbankan agar keadaan perbankan di Indonesia dalam keadaan sehat
untuk senantiasa melakukan kegiatannya.
PELANGGARAN
ATURAN KESEHATAN BANK
Apabila
terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia
dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan dasar agar bank
bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara
umum. Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
1.
pemegang saham menambah modal;
2.
Pemegang saham mengganti dewan
komisaris dan atau direksi bank;
3.
Bank menghapus bukukan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet, dan meperhitungkan kerugian
bank dengan modalnya;
4.
Bank melakukan merger atau
konsolidasi dengan bank lain;
5.
Bank dijual kepada pembeli yang
bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
6.
Bank menyerahkan pengelolaan seluruh
atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
7.
Bank menjual sebagian atau seluruh
harta dan kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
Apabila
tindakan tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan
atau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan
sistem perbankan, maka pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank
dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuditas.
Apabila direksi bank tidak menyeleggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, maka
pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan
yang berisikan pembubaran badan hukum bank tersebut, penunjukan tim likuditas,
dan perintah pelaksanaan likuditas sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
KETENTUAN MENGENAI TINGKAT KESEHATAN BANK
Tingkat kesehatan BANK dinilai
dengan atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan
suatu BANK, yang meliputi aspek Permodalan,
Kualitas Aktiva Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas, (CAMEL)
serta mempertimbangkan faktor-faktor yang lain yang dapat menurunkan dan atau
menggugurkan TKS.
Dalam melakukan penilaian atas
tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif
atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu
bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan,
kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat
kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari
masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi
suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan
komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit
antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit
selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan
yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Tahap selanjutnya mengevaluasi
kembali dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara
materiil seperti pelanggaran dan atau pelampauan terhadap ketentuan BMPK,
pelanggaran ketentuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC), pelanggaran
ketentuan transparansi informasi produk BPR dan penggunaan data pribadi
nasabah.
Faktor-faktor yang dapat
menggugurkan penilaian tingkat kesehatan BANK menjadi Tidak Sehat yaitu
perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen BANK, window
dressing, praktek Bank dalam bank (Bank
in Bank), kesulitan keuangan, praktek perbankan lain yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha BANK.
Pertimbangan tersebut dapat
berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan
diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank,
yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
TINGKAT
KESEHATAN BANK (CAMELS)
6.TINGKAT
KESEHATAN BANK (CAMELS)
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank
merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen)
Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan
Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak
tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip
kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa
yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang
dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko
akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi
Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa
bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur
kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan
datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan
pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor
penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank
tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi
usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain
digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank.
Untuk hal tersebut Bank Indonesia telah menerbitkan
Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/ 23 /DPNP Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kualitatif
atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank
melalui Penilaian Kuantitatif dan atau Penilaian Kualitatif terhadap
faktor-faktor Capital, Asset Quality, Management, earning, liquidity dan
sensitivity to market risk yang disingkat CAMELS.
Penilaian terhadap faktor tersebut secara umum dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Permodalan (Capital);
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke
depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank dalam mengcover aset
bermasalah;
b. kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal
yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan Bank untuk mendukung
pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan
pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. Kualitas Aset (Asset Quality);
Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko
kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan
penghapusan aktiva produktif (PPAP);
b. kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review)
internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif
bermasalah.
3. Manajemen (Management);
Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen
risiko;
b. kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku dan
komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Rentabilitas (Earning);
Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. pencapaian return on assets (ROA), return on
equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi Bank;
b. perkembangan laba operasional, diversifikasi
pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya,
dan prospek laba operasional.
5. Likuiditas (Liquidity);
Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity
mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow,
dan konsentrasi pendanaan;
b. kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets
and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan
stabilitas pendanaan.
6. Sensitivitas Terhadap Risiko Pasar (Sensitivity
To Market Risk)
Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko
pasar meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi
kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan
nilai tukar;
b. kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.
Untuk penetapan peringkat setiap komponen dilakukan
perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau
pembanding yang relevan dengan mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan
atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.
Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor
ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating) sebagai berikut:
a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa
Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi
perekonomian dan industri keuangan;
b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa
Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi
perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki
kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;
c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa
Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat
menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan
tindakan korektif;
d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa
Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif
kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan
yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan,
yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi
mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa
Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif
kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya.